Pages

Labels

Rabu, 13 November 2013

Masjid Gede Kauman, Masjid Jawa Kuno Saksi Perkembangan Islam di Jogjakarta


Gbr1:Interior Ruang Utama
Gbr2: Motif Ubin 


Gbr3:Interior Serambi
Gbr4: Mustaka di puncak atap tumpang

Gbr5: Masjid Gede Kauman menggunakan atap tumpang
Sebagai orang Jogja, bisa dibilang saya lumayan kuper. Sejak kecil tinggal di kota ini tetapi baru tahu ada masjid jawa kuno yang memiliki sejarah yang penting bagi perkembangan agama Islam di kota ini beberapa tahun lalu.

Pertama kali saya berkunjung saya tidak tahu masjid ini adalah masjid gede yang kerap dibicarakan oleh teman-teman. Saya baru tahu masjid itu adalah masjid gede sekitar dua tahun yang lalu.
Hal pertama yang mencuri perhatian saya adalah bentuk atap dari mesjid yang dibangun pada 29 Mei 1773 oleh Kyai Wiryokusumo, adalah bentuk atap tanpa kubah masjid. Ya..bentuk atap bangunan utama masjid ini adalah tiga buah atap tajuk yang disusun ke atas dengan ukuran semakin kecil dengan mustaka di bagian atas nya. Atap seperti ini, ternyata dikenal dengan nama atap tumpang. Susunan atap tumpang biasanya berjumlah ganjil, antara 1, 3, atau 5. Sedangkan bagian serambinya menggunakan atap pelana.

Satu lagi hal ganjil yang ada di masjid ini, adalah masjid ini tanpa minaret yang biasa ada di masjid-masjid modern. Katanya, hal ini disebabakan karena alkuturasi budaya Islam dan Jawa. Untuk menandakan waktu solat, orang Jawa menggunakan bedug untuk skala besar dan kentongan dalam skala kecil.
Masjid yang terletak disebalah barat alun-alun ini berada di tanah Kraton Yogyakarta, dan pada awalnya masjid ini sebagai perwujudan sifat sultan, yaitu panatagama khalifatulah (wakil Allah) di dunia di dalam memimpin agama (panatagama) di kasultanan.

Serambi dan Interior dari masjid yang juga saksi bisu dari lahirnya organisasi Muhammadiyah ini, cukup unik. Di bagian serambi yang mempunyai karakter ruang lebih umum, seluruh bagian pilar dan tumpangsarinya dihiasi oleh ukiran-ukiran bergaya jawa dan di beri warna yang begitu mencolok. Material ubin untuk untuk lantai pun menggunakan ubin bermutif bunga-bunga. Sedangkan bagian dalam masjid (ruang utama masjid) justru dipenuhi dengan aroma kesederhanaan. Pilar-pilar kayu jati utuh dengan proporsi yang tinggi, tanpa ukiran...balok-balok dengan ukuran sekedarnya yang sederhana, dan lantai marmer menyiratkan kondisi yang sangat sederhana, sebagaimana kondisi kita sebagai hamba yang akan melakukan peribadatan untuk bersyukur kepada sang pencipta.

Masjid ini juga merupakan saksi bisu perkembangan agama Islam di Jogjakarta, kenapa..?? karena masjid ini di bangun berlandaskan budaya atau ajaran Islam kejawen...namun kemudian masjid ini menyesuaikan diri ketika KH. Ahmad Dahlan mulai mensosialisasikan ajaran Islam yang sebenar-benarnya dan ketika beliau membetulkan arah kiblat.

Satu hal yang saya kurang sukai dari kawasan masjid gede ini, yaitu pelataran masjid yang sebagian ditutup dengan pasir. Saat siang hari pasir ini benar-benar membuat situasi semakin terasa panas dan gersang, apaliagi ditambah dengan kondisi minimnya pepohonan. Belum lagi dengan debu yang berterbangan ketika ada angin besar yang kebetulan berhembus atau ketika anak-anak kecil bermain-main di area tersebut. Atau mungkin ini cara untuk menimbulkan efek gurun pasir yang merupakan citra dari daerah arab..???


Daftar Pustaka
http://simpatizone.telkomsel.com/web/funzone/Education/Masjid_Gede_Kauman
http://halamanrohmad.wordpress.com/2009/08/27/masjid-gede-kauman/
http://halamanrohmad.wordpress.com/2009/08/27/masjid-gede-kauman/
Gambar: dokumentasi pribadi

*) tulisan ini sebenernya ditulis pada tahun 2009. Awal-awal masa kuliah arsitektur saya. Kemudian saya "meninggalkan" blog ini. Sampai pada hari ini saya menemukan draft tulisan ini. Dan saya upload pada bulan November 2013. (4 tahun kemudian boo) :p

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Casino site 2021 - Lucky Club Live
Casino site 2021. luckyclub Try the demo for free and find out the most exciting games you can enjoy on our site today. Read the rules to get free demo of